Tahun-tahun ini sedang digalakkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK) 2014. Program Nasional ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan daging sapi di Indonesia tanpa ketergantungan dari impor (walupun untuk menjadi swasembada daging, masih tetap impor daging dengan persentase < 10% dari kebutuhan daging nasional).
Berbagai tantangan kemudian muncul di tengah-tengah upaya pencapaian target tersebut. Salah satu yang paling menjadi perhatian dan menjadi dasar bagi keberhasilan Program ini adalah kesehatan reproduksi sapi. Untuk meningkatkan populasi sapi (potong) di Indonesia, diperlukan betina-betina yang produktif dengan kondisi saluran dan organ reproduksi yang normal dan baik.
Salah satu gangguan reproduksi pada sapi yang sering dijumpai di lapangan adalah prolaps uteri. Prolaps uteri adalah keluarnya uterus, vagina dan servik, menggantung keluar melalui vulva (Litbang Deptan). Kondisi ini sering terjadi paling umum pada sapi dan domba (The Merck Veterinary Manual). Pada sapi dan domba, kondisi ini biasanya terlihat pada betina dewasa yang sedang bunting trimester akhir. Faktor predisposisinya termasuk tekanan intra-abdominal yang meningkat, terkait dengan peningkatan ukuran uterus yang berisi fetus, selain itu adanya lemak intra-abdominal, atau distensi rumen yang cenderung berada di atas selama relaksasi dan melemahnya lingkar pelvis serta struktur jaringan lunak terkait di sekitar saluran pelvis dan perineum yang diperantarai meningkatnya konsentrasi estrogen dan relaxin selama kebuntingan akhir. Tekanan intra-abdominal meningkat pada hewan yang rebah (The Merck Veterinary Manual).
Prolaps uteri juga sering terjadi segera atau beberapa jam setelah melahirkan. Kesulitan melahirkan yang menyebabkan iritasi atau kelukaan saluran kelahiran eksternal dan tekanan berlebih yang diberikan ketika menarik pedet dapat menyebabkan juga prolaps uteri. Tonus uteri yang lemah atau masalah nutrisi dengan kadar kalsium darah yang rendah juga dapat meningkatkan kejadian prolaps uteri.
PENANGANAN
Prolaps uteri adalah situasi gawat darurat, dan sangat penting untuk segera ditangani. Penanganan pertama yang dapat disarankan kepada peternak adalah hewan ditempatkan di kandang dengan kemiringan 5 –15 cm lebih tinggi di bagian belakang. Kemudian dokter hewan atau mantri hewan akan menangani dengan cara organ yang mengalami prolaps dicuci dan di bilas, dan kandung kemih dikosongkan jika perlu. Biasanya, pengosongan dapat dilakukan dengan mengangkat organ yang prolaps untuk memungkinkan urethra menjadi lurus. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran) menggunakan Iodine Povidone 1%. Setelah semua organ masuk kembali, dilakukan penjahitan pada vulva menggunakan teknik Buhner.
PENCEGAHAN
Dengan prolaps vagina, sangat penting untuk menjaga kondisi tubuh sapi agar tidak memiliki lemak yang berlebih selama trimester akhir kebuntingan. Jika pedet besar merupakan kemungkinan penyeba prolaps, maka gunakan pejantan dengan berat lahir rendah pada saat mengawinkan. Ketika menarik pedet, jangan menggunakan kekuatan yang berlebihan. Pemberian mineral untuk sapi yang sedang bunting juga direkomendasikan.
Sumber :
The Merck Veterinary Manual (http://www.merckvetmanual.com)
Litbang Kementan. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong
Gambar : http://www.drostproject.org/en_bovrep/images/bv02923.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar