Myasis (belatungan/jawa = singgaten) adalah peradangan jaringan akibat adanya infestasi larva lalat. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan, utamanya dan seringnya pada hewan ternak besar karena kondisi lingkungan, kandang dan hewan yang kurang baik. Myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi, pusar hewan yang baru lahir dan tracak.
Penyebab myasis adalah lalat Chrysomya bezziana yang bersifat parasit obligat. Lalat ini berwarna hijau kebiruan dan tersebar luas di Afrika, subkontinen India, Papua New Guinea, Asia Tenggara termasuk hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Populasi lalat C. bezziana biasanya meningkat pesat pada musim kemarau.
Kejadian myasis selalu diawali dengan adanya luka terbuka. Infestasi larva mula-mula terjadi ketika lalat betina meletakkan telurnya pada daerah kulit hewan yang terluka. Telur akan menetas menjadi larva, selanjutnya larva tersebut bergerak lebih dalam menuju ke jaringan otot sehingga menyebabkan peradangan dan daerah luka semakin lebar. Kondisi ini mengakibatkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun dan kadang-kadang demam. Tidak jarang ketika luka dibiarkan lama, maka terjadi pembusukan jaringan dan timbul bau. Bau yang busuk dari luka tersebut mengundang lalat sekunder (C. rufifacies, C. megachepala, Sarcophaga sp) dan lalat tersier (Musca domestica, Fannia anstralis) ikut meletakkan telurnya diluka tersebut. Penyakit ini memiliki tingkat morbiditas tinggi dan tingkat mortalitas yang cukup rendah, namun dapat juga menyebabkan kematian jika menyerang organ vital dan dibiarkan dalam jangka waktu yang lama.
Pengobatan myasis dapat dilakukan berbagai cara. Yang pertama dengan cara dipping (perendaman) menggunakan larutan anti ektoparasit, seperti Ecoflee, dll. Larutan ini dapat digunakan selama 1,5 tahun dan dilaporkan cukup efektif untuk pengendalian penyakit myiasis. Selain itu bisa menggunakan Asuntol, Lezinon, Rifcord 505 dan campuran kapur, bensin serta vaselin. Untuk pengobatan tradisional, sering juga digunakan larutan tembakau dann kapur barus, karena kedua substansi ini bersifat panas sehingga merangsang larva keluar dari dalam.
Di Makassar, terdapat komunitas kelompok ternak yang menggunakan ramuan yang dilaporkan cukup efektif untuk pengobatan myiasis, yaitu campuran dari 50 gr Iodium, 200 ml Alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee yang selanjutnya ditambah air hingga 1 liter. Ramuan ini langsung dioleskan pada luka yang mengandung larva sehingga larva keluar dan luka menjadi mengecil. Pengobatan ini dilakukan dua kali dalam seminggu hingga sembuh.
Pencegahan yang paling efektif adalah mengendalikan lalat di kandang hewan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan dengan insektisida di sekitar kandang, atau menggunakan bahan-bahan alami untuk mengusir lalat dari lingkungan kandang. Ada informasi yang mengatakan bahwa daun pepaya yang dicincang dan disebar di sekitar kandang dapat mencegah lalat untuk hinggap di kandang, namun teori ini belum dikonfirmasi secara ilmiah karena hanya berdasarkan pengalaman empiris peternak dan tidak salah untuk mencoba metode ini.
Selain itu, perangkap lem dengan umpan hati segar dapat dipasang untuk mengurangi populasi lalat ini. Perangkap dipasang di daerah semak-semak, padang penggembalaan, kebun pisang atau daerah yang banyak ditanami pepohonan karena lalat ini tidak dapat dijumpai di kandang. Teknologi pengendalian myasis telah dikembangkan di BALITVET dan telah dihasilkan pemikat yang efektif untuk menangkap lalat C. bezziana di lapang. Saat ini sedang berlangsung beberapa penelitian untuk mencari obat-obat alternatif myasis yang berbasis pada insektisida botanis (Mindi, Mimba dan Srikaya) dan kontrol biologis (Bacillus thuringiensis).
Gambar atas : Lalat Chrysomya bezziana (Sumber : http://www.daff.gov.au/__data/assets/image/0018/114390/screwormflyimage.jpg)
Gambar bawah : Larva lalat Chrysomya bezziana (Sumber :http://www.chp.gov.hk/files/jpg/Myiasis-Fig2a-Larva.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar