Kesehatan Hewan untuk Kesejahteraan Manusia

Menjamin kesehatan hewan berarti menjamin kesehatan manusia secara tidak langsung, karena manusia dan hewan adalah dua makhluk yang tak pernah terpisahkan dan saling membutuhkan sejak dahulu kala, kini maupun esok.

Search in This Blog

Jumat, 11 Mei 2012

Tumor Kelenjar Mammae pada Anjing (Canine Mammary Tumor)

Penyebab tumor mammae belum diketahui pada semua spesies kecuali pada mencit, dimana oncornavirus adalah kausatif pada strain hasil inbreeding. Hormon berperan penting dalam proses hiperplasia dan neoplasia jaringan mammae, namun belum diketahui mekanisme pastinya. Reseptor estrogen atau progesteron (atau keduanya) dilaporkan berada pada sel tumor mamme pada hewan; hal ini dapat mempengaruhi patogenesis neoplasia mammae yang diinduksi tumor seperti respon terhadap terapi hormonal.

Hingga hari ini, penelitian mengenai gen suppressor tumor dan onkogen belum begitu membantu pada tataran klinis. Dari sudut pandang praktis, semua tumor mammae seharusnya dianggap sebagai kemungkinan malignan terlepas dari ukuran dan jumlah kelenjar yang terlibat. Persebaran karsinoma mammae baik pada anjing maupun kucing utamanya adalah pada nodus limfatikus regional dan paru-paru. Pada anjing, 5-10% karsinoma mammae dapat menyebabkan metastasis skeletal, terutama pada tulang aksialis, tapi juga bisa terjadi pada tulang panjang.

Tumor Mammae pada Anjing

Lebih dari 50% tumor mammae pada anjing adalah tumor campuran benigna, hanya sedikit yang merupakan tumor campuran malignan. Pada tumor malignan, komponen epitthelial atau mesenkhimal, atau kombinasinya, dapat menghasilkan metastasis. Secara histologis, tumor kelenjar mammae anjing diklasifikasikan oleh World Health Organization sebagai karsinoma (dengan 6 tipe dan subtipe tambahan), sarkoma (4 tipe), karsinosarkoma (tumor mammae campuran), atau adenoma benigna. Skema klasifikasi ini didasarkan pada tingkat perluasan tumor, keterlibatan nodus limfatikus, dan adanya lesi metastasis (TNM system); termasuk juga tumor yang tidak terklasifikasi dan displasia benigna yang nyata.

Penyebab dan Faktor Resiko

Tumor mammae lebih umum pada anjing betina baik itu yang tidak disteril atau yang disteril setelah umur 2 tahun. Resiko seekor anjing untuk mengalami tumor adalah 0.5% jika disteril sebelum estrus pertama (kurang lebih umur 6 bulan), 8% setelah estrus pertama, dan 26% setelah estrus kedua. Sterilisasi tidak memberikan efek protektif untuk melawan perkembangan tumor mammae setelah umur 2 tahun.

Kejadian dan Prevalensi

Lebih dari seperempat anjing betina yang tidak disteril akan mengalami tumor mammae selama masa hidupnya. Resiko ini jauh lebih rendah untuk anjing betina yang disteril. Pada anjing betina, 50% tumor mammae adalah benigna dan 50% adalah maligna. Namun, sedikit tumor mammae maligna yang bersifat fatal.

Metode Diagnosis

Tumor mammae biasanya diindikasi saat terdeteksi massa selama pemeriksaan fisik. Lama waktu dimana massa sudah berada di situ biasanya tidak diketahui, namun tingkat pertumbuhan bisa saja berguna dalam menentukan prognosis. Palpasi nodus limfatikus regional dapat membantu menentukan persebaran. Radiografi thorak, utamanya 3 pandangan (satu ventral-dorsal dan 2 lateral), harus dilakukan untuk mendeteksi metastasis pulmonum. Aspirasi dengan jarum kecil dapat membedakan antara keradangan dan lesi neoplastik namun dapat menyebabkan kesimpulan yang salah dan menunda pembedahan. Diagnosis ditentukan dengan histopatologi dan diagnosis ini penting dalam menentukan penanganan dan prognosis.

Penanganan dan Prognosis

Tumor mammae ditangani dengan pembedahan, meskipun tidak ada konsensus bahwa bedah ada prosedur yang terbaik. Pengambilan tumor saja (lumpectomy), mastectomy sederhana (pengambilan kelenjar yang terinfeksi saja), modified radical mastectomy (pengambilan kelenjar yang terinfeksi dan kelenjar yang membagi saluran limfatik dan nodus limfatikus yang terkait), dan radical mastectomy (pengambilan seluruh rantai mammae dan nodus limfatikus terkait), semua memiliki keunggulan. Pada anjing, lebih banyak prosedur yang terlibat belum memperlama waktu hidup jika dibandingkan dengan yang lain, dan keuntungan prosedur yang lebih sederhana sudah jelas.

Teorinya, penggunaan obat antikanker untuk membunuh penyakit mikrometastatik (kemoterapi adjuvan) merupakan pertimbangan yang beralasan. Namun, kemoterapi belum terbukti sebagai pengobatan yang efektif untuk tumor mammae pada anjing. Kesulitan untuk mengevaluasi respon terhadap kemoterapi adjuvan berhubungan dengan fakta bahwa hanya sekitar separo tumor mammae anjing yang didiagnosis sebagai malignan pada pemeriksaan histopatologi benar-benar menunjukkan perilaku seperti tersebut.

Prognosisnya didasarkan pada banyak faktor. Kebanyakan tumor mammae pada anjing yang menyebabkan kematian demikian juga dalam waktu 1 tahun. Sarkoma berhubungan dengan waktu hidup yang lebih pendek daripada karsinoma. Faktor lain, termasuk ukuran tumor, keterlibatan nodus limfatikus, dan differensiasi inti, juga mempengaruhi prognosis.

Sumber :
American College of Veterinary Surgeons. http://www.acvs.org
The Merck Veterinary Manual. http://www.merckvetmanual.com

Sumber Gambar :
http://pio.uad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/macam-kanker.jpg 

Jumat, 20 Januari 2012

Keracunan Nitrit pada Sapi

Sumber Nitrat-Nitrit

Nitrat-nitrit yang menyebabkan keracunan pada ternak berasal dari tanaman atau hijauan pakan serta air minum yang tercemar nitrat. Pemberian pupuk amonium nitrat dan kalium nitrat pada tanaman yang memiliki sifat sebagai akumulator nitrat, akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tanaman tersebut. Kedua jenis pupuk N tersebut mempunyai efek akumulasi nitrat yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk amonium sulfat atau urea (Cassel dan Barao 2000).

Nitrat dalam Tanaman
Kandungan nitrat yang tinggi pada tanaman disebabkan oleh akumulasi nitrat dalam jaringan pertumbuhan tanaman, kecuali dalam buah atau biji. Akumulasi nitrat pada bagian batang lebih tinggi daripada dalam daun. Kandungan nitrat dalam batang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daun (Stoltenow dan Lardy 1998). Pada bagian batang, kandungan nitrat paling tinggi terdapat pada sepertiga batang bagian bawah. Hal ini karena posisinya lebih dekat dengan permukaan tanah sehingga akan lebih banyak mengabsorbsi nitrat. Pada musim kemarau, nitrat banyak yang tidak terlarut atau tidak terbuang karena tidak ada hujan. Akibatnya, nitrat banyak yang diserap tanaman.

Nitrat dalam Tanah
Nitrat dalam tanah diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Lebih dari 90% N diserap tanaman dalam bentuk nitrat (Brown et al. 2004). Sumber N adalah pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik (pupuk kimia). Nitrogen dalam kedua jenis pupuk tersebut umumnya dalam bentuk nitrogen amonium (NH4+), yang kemudian dengan cepat diubah menjadi nitrat dalam tanah.

 


Nitrat-Nitrit dalam Air
Pembuangan limbah kandang ke dalam tanah secara terus-menerus tanpa melalui saluran khusus, akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tanah serta mencemari sumber air di sekitarnya. Apabila kandungan bakteri pengikat N dalam tanah tinggi maka kandungan nitrat akan makin meningkat pula (Stoltenow dan Lardy 1998; Cassel dan Barao 2000).

Keracunan Nitrat dan Nitrit pada Ternak
Keracunan nitrat pada ternak (terutama ruminansia) disebabkan oleh reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri rumen. Sehingga, pembentukan nitrit tidak terjadi pada hewan nonruminansia, kecuali pada pemberian nitrit.

Konsentrasi nitrat yang tinggi pada hijauan pakan tidak selalu menyebabkan keracunan pada ternak, tergantung pada kandungan nutrisi pada pakan yang diberikan. Pakan campuran dengan rasio karbohidrat yang tinggi akan menghambat pembentukan nitrit sehingga mencegah keracunan pada ternak. Oleh karena itu, pencampuran berbagai jenis hijauan yang mengandung nitrat tinggi dan rendah akan menurunkan konsentrasi nitrat dalam pakan campuran tersebut.

Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis merupakan salah satu tahap awal dalam diagnosis keracunan, di samping pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis keracunan nitrat berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia), karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen. Warna darah berubah dari merah normal menjadi kecoklatan (gelap), yang merupakan ciri spesifik keracunan nitrat-nitrit (Jones, 1993). Gejala keracunan nitrat akut akan terlihat dalam waktu 30 menit sampai 4 jam setelah ternak mengkonsumsi hijauan
yang mengandung nitrat pada level toksiknya.

Gejala hypoxia pada ternak bunting akan menyebabkan keguguran karena fetus kekurangan oksigen. Biasanya terjadi 10−14 hari setelah gejala keracunan muncul. Stoltenow dan Lardy (1998) menyatakan, gejala awal keracunan nitrat di antaranya adalah selaput lendir berwarna kebiruan sampai kecoklatan, susah bernafas, denyut nadi cepat (150+/menit, salivasi, kembung, kejang dan tidak bisa berdiri, lemah, koma dan akhirnya mati. Berdasarkan perubahan warna darah, keracunan nitrat mirip dengan keracunan sodium klorat dan CO2, sedangkan keracunan sianida mirip dengan keracunan CO.

Diagnosis
Untuk memperoleh hasil diagnosis keracunan nitrat secara cepat dan tepat, pertama kali harus dilakukan pengamatan terhadap pakan hijauan yang dikonsumsi ternak, antara lain keadaan pertumbuhan tanaman, perlakuan pemupukan, umur tanaman, serta proporsi bagian batang dan daun. Selanjutnya dilakukan pengamatan gejala klinis, terutama perubahan warna darah, serta pengamatan postmortem findings pada ternak yang mati. Untuk memperoleh hasil diagnosis yang tepat dilakukan pengujian di laboratorium, baik terhadap darah maupun pakan hijauan. Metode untuk menganalisis nitrat di antaranya adalah dengan menggunakan pereaksi diphenilamine (DPA) dan Gries (kualitatif) (Bartik dan Piskac 1981; Bhikane dan Singh 1990), serta Nitrat Kit (semikuantitatif).

Analisis nitrit dalam darah (serum) dapat dilakukan dengan menggunakan khromatografi cair kinerja tinggi (Osterloh dan Goldfield 1984). Untuk mengukur MetHb dalam darah dapat dilakukan dengan metode Hegesh et al. (1970), yaitu dengan menggunakan spektrofotometer.

Selasa, 20 Desember 2011

Orf / Sore Mouth Disease / Contagious Ecthyma / Contagious Pustular Dermatitis

Orf atau Sore Mouth Disease adalah infeksi viral yang disebabkan oleh Poxvirus yang terkait dengan Famili Pseudocowpox dan Bovine Papular Stomatitis Virus.

Virus ini bersifat epitheliotropik, yang berarti bahwa virus ini memiliki affinitas terhadap kulit. Masa inkubasi relatif singkat. Hewan peka biasanya menunjukkan gejala pertama 4 hingga 7 hari setelah terpapar, dimana gejala ini bertahan selama 1 hingga 2 minggu atau mungkin lebih lama. Penyakit ini menyerang domba dan kambing.

Orf merupakan penyakit zoonosis yang berarti bahwa penyakit ini dapat dengan mudah ditularkan dari hewan ke manusia. Orf menginduksi lesi pustular pada kulit kambing, domba dab ruminansia liar di seluruh dunia. Hewan muda paling peka terhadap penyakit ini.

Gejala

Penyakit Orf awalnya berupa papula yang berkembang menjadi lepuh atau pustula sebelum mengerak (encrusting). Lesi ditemukan pada kulit daerah bibir. Lesi-lesi tersebut menyebar di luar dan di dalam mulut, wajah, bibir, telinga, vulva, ambing, scrotum, puting dan kaki, biasanya di daerah interdigitalis. Lesi yang ekstensif pada kaki dapat menyebabkan kelumpuhan pada hewan dewasa maupun hewan muda.

Selama proses penyakit (1 hingga 4 minggu), kerak terkelupas dan jaringan sembuh tanpa timbul luka parut. Kadang, kerak menyimpan bakteri sekunder (seperti Staphylococci) atau mengundang infestasi ektoparasit (larva). 

Penularan 

Virus penyebab Orf ditularkan ke hewan peka melalui kontak langsung. Virus melakukan penetrasi melalui kulit yang abrasi atau luka. Bahkan dengan sedikit luka saja dapat menyebabkan virus masuk. Abrasi yang kadang-kadang disebabkan oleh pakan biasanya menjadi predisposisi terjadinya infeksi. Hewan carrier atau hewan yang telah terinfeksi kronis juga dapat bertindak sebagai reservoir infeksi. Orf dapat disebarkan melalui peralatan, pakan dan litter kandang.

Ketika hewan muda belum pernah terpapar dengan virus ini dan karena sistem imun masih berkembang, maka hewan-hewan muda tersebut paling peka terhadap Orf. Hewan yang sembuh dari infeksi alami memiliki kekebalan terhadap infeksi yang sama. 

Namun terdapat strain Orf yang berbeda-beda, dan dimungkinkan bagi hewan yang pernah terinfeksi untuk terinfeksi kembali. Jika terjadi infeksi ulangan, maka biasanya terjadi beberapa tahun kemudian dan cenderung memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah dari infeksi sebelumnya. 

Diagnosis
 
Diagnosis berdasarkan pada sifat dan lokasi lesi, serta riwayat wabah sebelumnya. Diagnosis definitif berdasarkan pada isolasi virus dan uji immunologis. 

Pengobatan

Lesi dapat ditangani dengan pemberian larutan iodine 3 %. Hewan sembuh secara spontan pada kebanyakan kasus. Pada kasus infeksi bakteri sekunder yang akut, penggunaan antibiotik sistemik direkomendasikan. Penting juga untuk mengobati lesi pada puting untuk mencegah perkembangan mastitis. 

Sumber : 
  1. http://www.sheepandgoat.com/articles/soremouth.html
  2. http://www.cdc.gov/ncidod/dvrd/orf_virus/
  3. Lestari, SM. 2010. Orf pada Kambing dan Domba. Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia ed. 1 (2010). Direktorat Kesehatan Hewan
  4. Leite-Browning, M. 2008. Contagious Ecthyma (Orf/Sore Mouth) in Sheep and Goats. Alabama A&M and Auburn Universities : Alabamba

Minggu, 04 Desember 2011

Gangguan Reproduksi Sapi : Prolaps Uteri

Tahun-tahun ini sedang digalakkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK) 2014. Program Nasional ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan daging sapi di Indonesia tanpa ketergantungan dari impor (walupun untuk menjadi swasembada daging, masih tetap impor daging dengan persentase < 10% dari kebutuhan daging nasional).

Berbagai tantangan kemudian muncul di tengah-tengah upaya pencapaian target tersebut. Salah satu yang paling menjadi perhatian dan menjadi dasar bagi keberhasilan Program ini adalah kesehatan reproduksi sapi. Untuk meningkatkan populasi sapi (potong) di Indonesia, diperlukan betina-betina yang produktif dengan kondisi saluran dan organ reproduksi yang normal dan baik.

Salah satu gangguan reproduksi pada sapi yang sering dijumpai di lapangan adalah prolaps uteri. Prolaps uteri adalah keluarnya uterus, vagina dan servik, menggantung keluar melalui vulva (Litbang Deptan). Kondisi ini sering terjadi paling umum pada sapi dan domba (The Merck Veterinary Manual). Pada sapi dan domba, kondisi ini biasanya terlihat pada betina dewasa yang sedang bunting trimester akhir. Faktor predisposisinya termasuk tekanan intra-abdominal yang meningkat, terkait dengan peningkatan ukuran uterus yang berisi fetus, selain itu adanya lemak intra-abdominal, atau distensi rumen yang cenderung berada di atas selama relaksasi dan melemahnya lingkar pelvis serta struktur jaringan lunak terkait di sekitar saluran pelvis dan perineum yang diperantarai meningkatnya konsentrasi estrogen dan relaxin selama kebuntingan akhir. Tekanan intra-abdominal meningkat pada hewan yang rebah (The Merck Veterinary Manual).

Prolaps uteri juga sering terjadi segera atau beberapa jam setelah melahirkan. Kesulitan melahirkan yang menyebabkan iritasi atau kelukaan saluran kelahiran eksternal dan tekanan berlebih yang diberikan ketika menarik pedet dapat menyebabkan juga prolaps uteri. Tonus uteri yang lemah atau masalah nutrisi dengan kadar kalsium darah yang rendah juga dapat meningkatkan kejadian prolaps uteri. 

PENANGANAN
Prolaps uteri adalah situasi gawat darurat, dan sangat penting untuk segera ditangani. Penanganan pertama yang dapat disarankan kepada peternak adalah hewan ditempatkan di kandang dengan kemiringan 5 –15 cm lebih tinggi di bagian belakang. Kemudian dokter hewan atau mantri hewan akan menangani dengan cara organ yang mengalami prolaps dicuci dan di bilas, dan kandung kemih dikosongkan jika perlu. Biasanya, pengosongan dapat dilakukan dengan mengangkat organ yang prolaps untuk memungkinkan urethra menjadi lurus. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran) menggunakan Iodine Povidone 1%. Setelah semua organ masuk kembali, dilakukan penjahitan pada vulva menggunakan teknik Buhner. 

PENCEGAHAN
Dengan prolaps vagina, sangat penting untuk menjaga kondisi tubuh sapi agar tidak memiliki lemak yang berlebih selama trimester akhir kebuntingan. Jika pedet besar merupakan kemungkinan penyeba prolaps, maka gunakan pejantan dengan berat lahir rendah pada saat mengawinkan. Ketika menarik pedet, jangan menggunakan kekuatan yang berlebihan. Pemberian mineral untuk sapi yang sedang bunting juga direkomendasikan.

Sumber :
The Merck Veterinary Manual (http://www.merckvetmanual.com)
Litbang Kementan. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong
Gambar : http://www.drostproject.org/en_bovrep/images/bv02923.jpg

Rabu, 30 November 2011

Dermatitis pada Anjing

Salah satu kondisi yang sering terjadi pada anjing adalah dermatitis. Dermatitis adalah keradangan kulit yang menyebabkan iritasi dan gatal yang intensif. Anjing yang menderita dermatitis akan mulai menggaruk-garuk dan menjilat-jilat di daerah tertentu tubuhnya atau mungin seluruh bagian tubuhnya. Dermatitis bisa bersifat sementara atau kronis, yang seringnya menyebabkan gangguan kesehatan yang lain.

Gejala yang paling umum dan sangat non-spesifik adalah gatal-gatal persisten. Banyak kondisi menyebabkan dermatitis dan membuat hewan menggaruk-garuk atau menggigit-gigit dirinya sendiri. Penyebab dermatitis antara lain :
  • infeksi bakteri, jamur, atau parasit
  • seborrhea
  • alergi atau sensitifitas terhadap pakan
  • gigitan lalat (saliva lalat merupakan allergen umum)
  • kontak dengan substansi yang mengiritasi
  • gangguan metabolik dan endokrin
  • reaksi obat; paparan terhadap toksin
  • faktor predisposisi yang spesifik ras
  • kekurangan nutrisi
  • terbakar sinar matahari (sunburn)
  • kanker dapat menyebabkan gatal-gatal yang berlebihan akibat iritasi kulit
Berikut adalah jenis-jenis Dermatitis pada anjing (Anonim, http://www.vetontheweb.co.uk) :

Environmental dermatitis (Dermatitis karena lingkungan)
Pasien dalam kategori ini secara fisik dan nutrisi normal, namun menunjukkan gejala pruritus, rambut rontok dan iritasi kulit. Beberapa anjing sangat sensitif terhadap rumput lapangan. Dan dengan mencocokkan apa yang terlihat pada kulit pasien dengan kemungkinan iritan yang ada di lingkungan, penyebab masalah kulit dapat ditentukan dan penanganan dapat diambil.

Nutritional dermatitis (Dermatitis karena nutrisi)
Banyak dokter hewan dan pemilik hewan mempercayai pernyataan "Lengkap dan Seimbang" pada label pet food. Sayangnya, beberapa anjing (dan kucing) menjalani seluruh kehidupannya di bawah kesehatan optimumnya karena pemilik memberi pakan dengan pakan yang mahal dan merasa aman karena pernyataan tersebut. Beberapa pakan anjing terbuat dari komposisi yang mungkin tidak dapat ditoleransi oleh tubuh, sehingga kadang memberikan perubahan pakan pet food yang mendadak juga dapat menyebabkan iritasi kulit. Maka sebagai pemilik hewan, harus mengerti betul karakter hewan peliharaanya, sehingga memberikan pakan yang sesuai.

Flea bite dermatitis (Dermatitis karena gigitan lalat)
Lalat mampu hidup dimana-mana, namun pemahaman mengenai siklus hidupnya, dimana lalat bersembunyi dalam lingkungan anjing. Paparan dengan lalat yang berlebihan dapat memicu hipersensitifitas terhadap gigitan. Sering dokter hewan dikelirukan dengan alergi, namun ada beberapa contoh klasik Parasitic Dermatitis (flea bites) yang memicu komplikasi Allergic Dermatitis (akibat saliva lalat). 

Sarcoptis dermatitis (kurap/gudik)
Tungau Sarcoptik adalah tungau kecil dan tidak terlihat mata. Tungau ini hanya dapat ditunjukkan dengan kerokan kulit yang dilakukan dokter hewan dan dilihat di bawah mikroskop.

Demodectic mange (kurap karena Demodex)
Tungau Demodektik hidup dan berkembang biak tepat di bawah permukaan kulit di dalam folikel dan kelenjar minyak kulit. Tidak seperti tungau Sarkoptik, tungau Demodektik dapat dilihat pada kerokan kulit yang dilihat di bawah mikroskop. Demodex paling umum terlihat pada anjing muda. Pada anjing dewasa, Demodex sepertinya terkait dengan individu yang stres karena penyakit, nutrisi yang buruk atau gangguan imun. 

Infectious dermatitis (Dermatitis akibat infeksi)
Organisme bakteri dan jamur adalah patogen kulit. Organisme jamur disebut dermatophytes. Salah satu tipe yang disebut Microsporum canis, menyebabkan koreng sirkuler dan non-pruritik, rambut rontok, sering disebut ringworm. 
Dermatitis bakteri jarang terjadi secara spontan. Kulit yang normal memiliki beragam jenis bakteri yang ada setiap saat. Kerusakan kulit akibat parasit akan menyebabkan invasi bakteri dan memicu mekanisme pertahanan.

Allergic dermatitis (Dermatitis karena alergi)
Bahan pakan, serat sintetis dan alami, obat dan produk farmasetik, bahan tanaman dan bahkan debu semua dapat memicu dermatitis alergik.

Pengobatan Dermatitis
Karena dermatitis kemungkinan diakibatkan oleh alergi atau iritan, gaya hidup hewan, intake pakan, dll harus diamati dengan ketat dan didiskusikan antara pemilik dan dokter hewan. Jika dermatitis disebabkan reaksi alergi terhadap gigitan lalat, penanganan harus dilakukan dengan mengusir lalat dari rumah.
Corticosteroid seperti injectable dexamethasone akan membantu meringankan gatal dan radang yang diakibatkan dermatitis, namun pendekatan yang lebih aman dan lebih alami mungkin lebih baik.
Jika area merah sudah terbentuk, harus diobati lebih awal untuk mencegah infeksi. Antibiotik oral, dan pengobatan beberapa hari dengan corticosteroid oral secara normal akan membersihkan area yang terinfeksi

Sumber gambar : http://img.ehowcdn.com/article-page-main/ehow/images/a04/jp/qt/cure-dog-dermatitis-800x800.jpg

Minggu, 27 November 2011

Myasis : Penyakit dengan Tingkat Morbiditas Tinggi

Myasis (belatungan/jawa = singgaten) adalah peradangan jaringan akibat adanya infestasi larva lalat. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan, utamanya dan seringnya pada hewan ternak besar karena kondisi lingkungan, kandang dan hewan yang kurang baik. Myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi, pusar hewan yang baru lahir dan tracak. 

Penyebab myasis adalah lalat Chrysomya bezziana yang bersifat parasit obligat. Lalat ini berwarna hijau kebiruan dan tersebar luas di Afrika, subkontinen India, Papua New Guinea, Asia Tenggara termasuk hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Populasi lalat C. bezziana biasanya meningkat pesat pada musim kemarau.

Kejadian myasis selalu diawali dengan adanya luka terbuka. Infestasi larva mula-mula terjadi ketika lalat betina meletakkan telurnya pada daerah kulit hewan yang terluka. Telur akan menetas menjadi larva, selanjutnya larva tersebut bergerak lebih dalam menuju ke jaringan otot sehingga menyebabkan peradangan dan daerah luka semakin lebar. Kondisi ini mengakibatkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun dan kadang-kadang demam. Tidak jarang ketika luka dibiarkan lama, maka terjadi pembusukan jaringan dan timbul bau. Bau yang busuk dari luka tersebut mengundang lalat sekunder (C. rufifacies, C. megachepala, Sarcophaga sp) dan lalat tersier (Musca domestica, Fannia anstralis) ikut meletakkan telurnya diluka tersebut. Penyakit ini memiliki tingkat morbiditas tinggi dan tingkat mortalitas yang cukup rendah, namun dapat juga menyebabkan kematian jika menyerang organ vital dan dibiarkan dalam jangka waktu yang lama.



Pengobatan myasis dapat dilakukan berbagai cara. Yang pertama dengan cara dipping (perendaman) menggunakan larutan anti ektoparasit, seperti Ecoflee, dll. Larutan ini dapat digunakan selama 1,5 tahun dan dilaporkan cukup efektif untuk pengendalian penyakit myiasis. Selain itu bisa menggunakan Asuntol, Lezinon, Rifcord 505 dan campuran kapur, bensin serta vaselin. Untuk pengobatan tradisional, sering juga digunakan larutan tembakau dann kapur barus, karena kedua substansi ini bersifat panas sehingga merangsang larva keluar dari dalam.

Di Makassar, terdapat komunitas kelompok ternak yang menggunakan ramuan yang dilaporkan cukup efektif untuk pengobatan myiasis, yaitu campuran dari 50 gr Iodium, 200 ml Alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee yang selanjutnya ditambah air hingga 1 liter. Ramuan ini langsung dioleskan pada luka yang mengandung larva sehingga larva keluar dan luka menjadi mengecil. Pengobatan ini dilakukan dua kali dalam seminggu hingga sembuh.

Pencegahan yang paling efektif adalah mengendalikan lalat di kandang hewan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan dengan insektisida di sekitar kandang, atau menggunakan bahan-bahan alami untuk mengusir lalat dari lingkungan kandang. Ada informasi yang mengatakan bahwa daun pepaya yang dicincang dan disebar di sekitar kandang dapat mencegah lalat untuk hinggap di kandang, namun teori ini belum dikonfirmasi secara ilmiah karena hanya berdasarkan pengalaman empiris peternak dan tidak salah untuk mencoba metode ini.

Selain itu, perangkap lem dengan umpan hati segar dapat dipasang untuk mengurangi populasi lalat ini. Perangkap dipasang di daerah semak-semak, padang penggembalaan, kebun pisang atau daerah yang banyak ditanami pepohonan karena lalat ini tidak dapat dijumpai di kandang. Teknologi pengendalian myasis telah dikembangkan di BALITVET dan telah dihasilkan pemikat yang efektif untuk menangkap lalat C. bezziana di lapang. Saat ini sedang berlangsung beberapa penelitian untuk mencari obat-obat alternatif myasis yang berbasis pada insektisida botanis (Mindi, Mimba dan Srikaya) dan kontrol biologis (Bacillus thuringiensis).

Rabu, 23 November 2011

Menilik Program Nasional Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014

Maksud dari pengembangan usaha sapi potong dalam negeri adalah untuk mendayagunakan potensi sumberdaya lokal secara optimal guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia. Lebih jauh,  pengembangan ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor bakalan dan daging sapi sesuai dengan kerangka pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian RI tahun 2010.

Populasi sapi potong Nasional pada tahun 2009 adalah 12,8 juta ekor dan mengalami kecenderungan mengalami pertumbuhan populasi rata-rata sebesar 5,7 % per tahun dari populasi 10,8 juta ekor pada tahun 2006 (Ditjen Peternakan-Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif, 2010).

Mengacu pada UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta blue print  Swasembada Daging Sapi 2014, Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian telah
melaksanakan berbagai program dan kegiatan strategis melalui pola pemberdayaan dan fasilitasi kelembagaan petani peternak sapi potong dalam upaya percepatan pertumbuhan populasi sapi potong dalam negeri, sambil menghilangkan berbagai faktor penghambat laju pertumbuhan populasi sapi potong dalam negeri.

Salah satu faktor penghambat laju pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia adalah pemotongan terhadap sapi betina produktif yang semakin tidak terkendali. Hal ini karena terjadi ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dengan persediaan yang ada. Selain itu, adanya desakan kebutuhan ekonomi bagi peternak sehingga sapi betina produktif yang dimilikinya dijual dan berujung di Rumah Potong Hewan (RPH).

Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2010 Direktorat Jenderal Peternakan mengalokasikan anggaran APBN untuk memfasilitasi kelompok tani ternak yang potensial di lokasi strategis guna melakukan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif yang diperdagangkan dengan tujuan akhir di RPH.

Sapi betina produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 (lima) kali atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun, atau sapi betina yang berdasarkan hasil pemeriksaan reproduksi oleh dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk di bawah penyeliaan dokter hewan dan dinyatakan memiliki organ
reproduksi normal serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi induk.

Dalam blue print Swasembada Daging Sapi 2014, berikut beberapa mekanisme yang dijadikan acuan kegiatan :

A. Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif di sektor Hulu
  • Pemeriksaan status reproduksi ternak sapi potong betina produktif
  • Sapi betina produktif yang belum bunting, selanjutnya di IB sampai terjadi kebuntingan.

B. Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif di sektor Hilir (Rumah Potong Hewan)
  • Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sedikitnya ada 16,2 juta ekor populasi sapi dan kerbau di Tanah Air. Hal ini merupakan hasil sensus ternak sapi dan kerbau 1-30 Juni 2011. Berdasarkan perkembangan data olah cepat perhitungan BPS per tanggal 3 Juli 2011 persentase desa yang telah dicacah mencapai 99,4%. Dari itu dihasilkan data jumlah populasi sapi dan kerbau lokal mencapai 16.200.633 ekor.
  • Angka itu terdiri dari jumlah sapi potong 14.367.975 ekor, jumlah sapi perah 566.974 ekor dan jumlah kerbau 1.265.699 ekor. Progres beberapa wilayah yang sudah dilakukan perhitungan yaitu Aceh mencapai 99,7%, NTT sebesar 99,7%, Kaltim sebesar 98,1%, Papua Barat sebesar 99,9% dan Papua 88,4%
Menurut Dirjen Peternakan waktu itu, jika kita bisa memenuhi semua kebutuhuan itu maka kita tidak perlu impor. Tapi dalam aturannya kita bisa menyisakan 10% untuk impor, jadi tidak full 100%. Kalau sudah bisa memnuhi 90% bisa dibilang swasembada.